Hari ini kutemukan sesuatu yang lucu. Sebuah buku dengan segala cerita yang pernah kutuang dalam bentuk tulisan kedalamnya.
Kami para manusia menyebutnya buku harian atau diary. Yang kebanyakan ketika masih kecil selalu diawali dengan kata-kata: Dear, diary...
Lucu. Itu sangat lucu.
Kalau dipikir-pikir, kenapa juga, ya, dulu kita (yang pernah saja) mengawali cerita selalu dengan kata-kata itu? Agar terkesan dramatis, kah? Atau bagaimana? Hahaha, aku yakin setiap orang mempunyai alasan tersendiri.
Yang lebih lucu lagi, ketika aku menemukan 'aku' di dimensi dan perasaan yang berbeda ketika membaca ulang tulisan-tulisan yang pernah kutulis.
Seketika aku bisa merasakan kembali senang, kecewa, sedih, terlampau bahagia, insecure, atau perasaan apapun yang pernah aku tuang dalam bentuk tulisan. Aku bisa merasakannya lagi.
Buku harian memang buku magic yang bisa menyulap perasaan dalam sekejap. How cool it is!
Dan yang lebih lucu lagi, ketika aku membaca satu halaman itu. Tentang dia; nama yang tidak terlalu banyak disebut di dalamnya, tetapi selalu menjadi headline ketika aku mulai bercerita. Nama yang selalu kembali ku coret ketika sudah selesai menulis apa yang tengah terjadi. Nama yang selalu ku singkat ketika aku hanya ingin menuliskannya secara jelas tanpa coretan. Tidak di tutup-tutupi.
Tapi, ya tetap saja tidak pernah secara gamblang.
Kecuali hari itu. Hari spesialnya. Dimana malah aku yang mengacau. Dimana akhirnya kami tak lagi bertegur sapa melalui media sosial apapun yang kami punya. Berhenti. Begitu saja.
Dihari itu, aku menyebut namanya secara gamblang di buku harianku. Lengkap dan jelas. Like.... Cristal-clear. Tak ada lagi yang kututupi.
Dan kini, buku harian itu sukses membawaku ke masa-masa itu. Masa dimana aku bertanya-tanya apa yang tengah terjadi diantara kami. Mencoba memahami apa yang pernah kami lalui. Apa yang pernah kami punya.
Dulu.